Sunday, June 7, 2009

Untuk Teman-Temanku......

Cak Karto hanya bisa geleng-geleng kepala melihat gaya anak muda zaman sekarang. Celana di atas lutut atau hanya sekitar satu meter dari pusat mahkota perempuan, belahan dada terbuka lebar, dan di balik baju atau kaos menyembul dua gunung kembar.

Gelengan kepala Cak Kar mengisyaratkan kekecewaan yang mendalam. Kekecewan karena pada saat dia muda tidak menemukan seperti itu, dan kekecewaan karena koq segitu murahnya tubuh wanita zaman sekarang, dipamerkan layaknya perhelatan exhibition atau peragaan model seksi di night club.

Malam minggu ini, adalah malam pertama Cak Kar keluar rumah setelah Jeng Karsih, istrinya melahirkan anak pertamanya, berarti sekiar 14 bulan yang lalu Cak Kar baru menikmati “syurga-nya” malam minggu. Di sepanjang jalan protokol, mata Cak Kar menikmati paha mulus dan seksi para ABG yang tersorot lampu kendaraan.

Cak Kar memang tidak berniat untuk tidak memejamkan dengan pemandangan yang ada di depan, samping kiri-kanannya, namun pandangan Cak Kar tak kuasa untuk menghindar dari “pameran” gratis itu. Maklum sekitar 99% pengendara berusia ABG mengenakan busana trend “padang pasir”.

Daya ingat Cak Kar termasuk Pentium 4. Melihat gaya pakaian para ABG, Cak mengingatkan pesan gurunya waktu masih kelas 2 SMP dulu: “Kalian harus berpenampilan sopan. Baik dalam berpakaian maupun dalam tutur kata. Penampilan yang seronok dapat membuat penafsiran menyimpang bagi orang lain. Karena bahasa yang digunakan menunjukan siapa diri kalian”.

Ingat pesan gurunya itu, kepala Cak Kar tidak lagi geleng-geleng tapi sudah manggut-manggut, pada bagian tertentu Cak Kar tampaknya mafhum, meskipun Cak Kar tidak lantas percaya 101% kalau pemandangan yang dilihatnya itu menyimpulkan sesuatu yang negatif.

Berlagak seorang pengamat sosial, di bawah pohon rindang dan sambil menghisap rokok putihnya, Cak Kar mengamati setiap aktivitas yang dilakukan oleh para pasangan remaja itu. Belum sampai pada aktivitas berlebihan memang, tapi melihat sepasang remaja dengan busana wanitanya kelewat minim di atas jok kendarana roda dua itu belum diterima oleh akal Cak Kar, apalagi itu terjadi di daerah atau bukan kota besar.

“Siapa dan apa yang salah, sebenarnya,” otak kiri Cak Kar mulai bekerja, mencari pembenaran kenapa gaya ABG saat ini sedemikian begitu atau berusaha mencari solusi. Berulang kali sebatang rokok putih itu dihisapnya, namun tetap saja tidak membuat otak kiri Cak Kar bekerja cepat. Loading otak kiri Cak Kar yang berpentium 3 berjalan perlahan namun pasti.

Cak Kar mencoba berspekulasi dengan gaya hidup anak muda sekarang. Dalam hal Cak Kar enggan memvonis atau mencari kambing hitam pemicu gaya hidup remaja semacam itu. Sebaliknya, Cak Kar berpendapat jika masalah pergaulan remaja harus dicarikan solusi untuk mengekpresikan gaya, gaul, atau berprinsip “just having fun, fun and fun. Salah satunya dengan mengalihkan ke hal-hal postif.

Cak Kar juga berfikiran para remaja butuh bimbingan dan pendampingan dalam merespon gejala sosial yang dibawa arus modernis. Bukan sekedar dogma agama, tapi memberi pendampingan dengan koridor kepantasan dan kepatutan sebagai filter mengikuti dan mengisi zaman modern. Karena bagaimanapun, gaya hidup yang dibawa zaman (yang katanya) modern itu tidak bisa kita hindari.

Dalam hal ini, Cak Kar mengusulkan, yang lebih berdominan memprotek remaja itu adalah orang terdekatnya, seperti orang tuanya, keluarganya, sahabtanya dan bahkan sang pujaan hatinya.

Sebenarnya aksi asusila (apapun jenisnya) bisa juga diredam oleh pihak perempuan, jika si wanita itu mau dan berani mengatakan tidak. Karena biasanya pelecehan seksual itu berawal dari sikap toleran terhadap hal-hal kecil.

Contohnya seorang remaja putri yang senang-senang saja dan bersikap acuh saat tangannya dipegang dan digenggam oleh pemuda yang jadi tambatan hatinya. Karena tanpa disadari, sikap “penerimaan” itu bisa saja ditafsirkan sebagai kode “pembolehan” atau “lampu hijau” oleh si pria untuk melakukan aksi yang lebih jauh, dari sekedar pegangan dan menggenggam tangan.

Cak Kar khawatir, jika ini tidak segera diatasi, maka remaja yang nota bene sebagai pewaris bangsa ini terperosok ke dalam hal-hal negatif atau perzinahan atau seks bebas. Apalagi Cak Kar beberapa kali mendapati sepasang kekasih yang berani melakukan kissing (ciuman) di tempat public seperti warung internet (warnet).

Nah kerugian untuk si wanitanya, kata Cak Kar sambil meminjam bahasanya Stephen J Sossetti, dampak pelecehan seksual pada anak adalah membunuh jiwa si wanita itu. Karena luka pelecehan seksual akan dibawa terus hingga usia beranjak dewasa, dan menjadi luka abadi yang sulit dihilangkan.

Siap menderita dan menerima luka abadi? Tentu saja, wanita yang sehat ogah menanggung derita seumur-umur, dan sudah barang tentu pemuda yang baik dan betul-betul mencintai wanita, akan melindungi kekasihnya, dari ujung rambut hingga hingga ujung kaki, tanpa terkecuali vagina dan dada yang nempel di tubuh tambatan hatinya….

sumber: http://bakudara.com/?p=335

Comments :

0 comments to “Untuk Teman-Temanku......”


Post a Comment